RINGKASAN IDENTIFIKASI NILAI KONSERVASI TINGGI/HCVF PBPH PT. SARI BUMI KUSUMA Temuan Penting Hasil identifikasi menunjukkan bahwa di dalam areal konsesi PT SBK mengandung Nilai Konservasi Tinggi yakni NKT 1 Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting (NKT 1.1, NKT 1.2, NKT 1.3, NKT 1.4), NKT 2 Kawasan Bentang Alam yang Penting bagi Dinamika Ekologi Secara Alami (NKT 2.1, NKT 2.2, NKT 2.3), NKT 3 Kawasan yang Mengandung Ekosistem Terancam, NKT 4 Kawasan yang menyediakan Jasa-jasa lingkungan alami (NKT 4.1, NKT 4.2, NKT 4.3), NKT 5 Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Dasar Masyarakat Lokal, dan NKT 6 Nilai Budaya Masyarakat Lokal. Adapun deskripsi singkat dari masing-masing temuan dijelaskan sebagai berikut.
Berdasarkan Peta Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2019, bahwa status kawasan areal izin PT SBK terbagi menjadi 6 fungsi kawasan, yaitu Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Konversi (HPK), Hutan Produksi (HP) Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Lindung (HL), dan Taman Nasional (TN). HPT merupakan status fungsi kawasan yang dominan di areal UP. Pada wilayah yang lebih luas yakni lingkup lanskap kajian terdapat Hutan Lindung dan Taman Nasional yang berfungsi sebagai wilayah keanekaragaman hayati utama. Seluruh HL dan TN tersebut berbatasan langsung dengan areal UP. Kondisi tersebut menyebabkan pihak PT SBK harus menyisihkan areal penyangga (buffer zone) selebar 500 m guna mendukung kelestarian keanekaragaman hayati. Areal penyangga tersebut dapat ditetapkan sebagai NKT.1.1. Selain buffer zone, ditemukan juga atribut daerah pendukung lainnya berupa sempadan sungai yang alirannya terinterkoneksi antara UP dengan kawasan keanekaragaman hayati utama (TN dan HL). Berdasarkan justifikasi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam areal PT SBK mengandung NKT 1.1 dengan luas HCVA 16.365,96 ha.
Pada aspek flora, terdapat beberapa jenis yang tergolong dalam status konservasi Critically Endangered-CR (terancam punah). Jenis-jenis yang tergolong kedalam status CR tersebut merupakan kelompok Dipterocarpaceae, yakni sebanyak 5 spesies. Jenis-jenis yang dimaksud yaitu Hopea nervosa (Merawan), Parashorea lucida (Meranti Putih), Shorea hopeifolia (Meranti Kuning), Shorea johorensis (Meranti Merah), dan Shorea kunstleri (Meranti Merah). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta hasil wawancara dan monitoring, di areal PT SBK terdapat 4 jenis fauna dengan kategori Critically Endangered-CR (terancam punah). Jenis-jenis tersebut adalah Pongo pygmaeus wurmbii (Orangutan Kalimantan), Manis javanica (Trenggiling), Rhinoplax vigil (Rangkong Gading), dan Manouria emys (Baning Cokelat). Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 1.2 dengan luas HCVA sebesar 25.624,16 ha dan HCVMA 10.841,02 ha.
Penilaian areal NKT 1.3 didasari melalui habitat yang memiliki populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi oleh Pemerintah RI. Berdasarkan hasil survei,pada areal PT SBK ditemukan setidaknya 233 jenis flora dari 64 famili. Jenis flora terbanyak dan sering dijumpai berasal dari famili Dipterocarpaceae yakni sebanyak 41 jenis. Beberapa jenis flora yang merupakan jenis dengan status perlindungan Critically Endangered (CR) sebanyak 5 jenis, Endangered (EN) sebanyak 11 jenis dan Vulnerable (VU) yaitu sebanyak 12 jenis; sedangkan menurut Permen LHK No. P.106 Tahun 2018, hanya ditemukan 1 jenis yang dilindungi. Pada kategori CITES, dijumpai sebanyak 4 jenis yang termasuk dalam kategori Appendix II. Pada kelompok fauna, teridentifikasi 235 jenis fauna dari 82 famili. Jenis paling banyak ditemukan secara berurutan berasal dari kelas burung (132 jenis), herpetofauna (53 jenis), dan mamalia (50 jenis). Berdasarkan status perlindunganya, terdapat sebanyak 21 jenis mamalia yang termasuk kategori terancam (threatened species) menurut IUCN, yakni 11 jenis Vulnerable (VU: Rentan), 8 jenis Endangered (EN: Terancam), dan 2 jenis Critically Endangered (CR: Terancam Punah). Jenis mamalia CR yang ditemukan di area kajian adalah Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) dan Trenggiling (Manis javanica). Ditemukan 16 jenis burung yang termasuk kategori spesies terancam (threatened species) menurut IUCN. Berdasarkan katagori IUCN ditemukan 11 jenis Vulnerable (VU: Rentan), 4 jenis Endangered (EN: Terancam), dan 1 jenis Critically Endangered (CR: Terancam Punah). Jenis burung CR yang ditemukan di area kajian yaitu Rangkong Gading (Rhinoplax vigil). Ditemukan 5 jenis herpetofauna yang termasuk kategori spesies terancam (threatened species) menurut IUCN, yakni dengan kategori Vulnerable (VU: Rentan) sebanyak 3 jenis, Endangered (EN: Terancam) sebanyak 1 jenis, dan 1 jenis Critically Endangered (CR Terancam Punah). Jenis herpetofauna CR yang ditemukan di area kajian adalah Baning Cokelat (Manouria emys). Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 1.3. Adapun luas NKT 1.3 di dalam areal konsesi PT SBK sama dengan NKT 1.2 yakni luas HCVA sebesar 25.624,16 ha dan HCVMA 10.841,02 ha.
Areal PT Sari Bumi Kusuma merupakan bagian dari daerah penting bagi burung (Important bird area (IBA) dan masuk ke dalam kategori ID 05 kategori A1 Bukit Baka Bukit Raya. Wilayah ini juga merupakan tempat persinggahan dan tempat burung mencari makanan selama singgah untuk melakukan perjalanan migrasi. Hutan sekunder di wilayah ini merupakan tempat yang banyak menyediakan pakan burung, seperti Macaranga dan Ficus sp. Wilayah ini dihuni oleh berbagai spesies burung penting yang antara lain; Dendrocitta cinerascens, Carpococcyx radiceus, Prionochilus xanthopygius, Lonchura fuscans, Psilopogon eximius, Caloramphus fuliginosus, Polyplectron schleiermacheri, Lophura bulweri, Hydrornis baudii, Pityriasis gymnocephala, Cyanoderma bicolor, Staphida everetti. Jenis-jenis burung ini merupakan endemik Kalimantan dan salah satunya masuk dalam kategori terancam atau Endangered (ER) menurut IUCN yaitu Polyplectron schleiermacheri (kuau kerdil kalimantan). Selain itu, wilayah ini juga merupakan jalur pergerakan lokal hewan di mana individu dapat bergerak di antara ekosistem yang berbeda dalam upaya mencari makanan dengan ketersediaan secara musiman. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 1.4. Adapun luas NKT 1.4 di dalam areal konsesi PT SBK yakni luas HCVA sebesar 11.911,08 ha.
Berdasarkan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru Tahun 2021 Periode II, sebaran hutan alam primer di areal kajian menyebar mengikuti Kawasan Hutan Lindung dan Taman Nasional. Berdasarkan Peta Bentang Hutan Utuh atau disebut juga Intact Forest Landscape (IFL) yang dikeluarkan oleh lembaga World Resources Institute, terdapat kawasan yang beririsan antara areal kajian (konsesi PT SBK dan lanskap) dengan kawasan IFL. Kawasan tersebut terdiri dari Hutan Lindung Bukit Asin, Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, dan Perbukitan sekitarnya. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 2.1. Adapun luas NKT 2.1 di dalam areal konsesi PT SBK yakni luas HCVA sebesar 5.620,11 ha.
Jika dilihat dari ketinggian tempat, maka di areal kajian memilki dua tipe ekosistem, yakni ekosistem hutan dataran rendah perbukitan dipterocarpceae dan hutan sub pegunungan dipterocarpaceae. Berdasarkan hasil analisa garis elevasi dan tutupan lahan, maka di areal kajian terdapat lokasi yang masih memiliki ecocline atau garis transisi yang berkesinambungan di antara kedua ekosistem tersebut. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 2.2 dengan luas HCVA sebesar 15.917,99 ha dan HCVMA 826,63 ha.
Komponen utama yang perlu diperhatikan dalam NKT 2.3 adalah keberadaan spesies alami sebagai perwakilan atau identitas bagi keanekaragaman hayati pada lanskap kajian. Oleh karena itu, selain telah teridentifikasi sebagai NKT 1.1 dan NKT 2.2, maka kriteria lainnya yang ditemukan di areal kajian dalam penentuan NKT 2.3 adalah kawasan yang mengandung populasi top predator dan kawasan yang mengandung spesies dengan kebutuhan ruang habitat yang luas untuk bertahan hidup karena secara alami hidup pada kepadatan yang rendah. Kelompok Rangkong Ketersedian pohon besar untuk bersarang, sumber pakan yang ada sepanjang tahun, dan luas areal yang cukup diperlukan dalam suatu habitat rangkong untuk mendukung kelestariannya. Keberadaan spesies-spesies burung dari famili Bucerotidae sangat dipengaruhi oleh kondisi habitat di Areal PT Sari Bumi Kusuma yang berbatasan langsung dengan Hutan Lindung ataupun Taman Nasional. Kelompok Kucing Besar (Felidae) Seluruh jenis dari kelompok felidae termasuk spesies top predator. Jenis tersebut adalah Macan Dahan (Neofelis diardi), Kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis), Kucing Batu (Pardofelis marmorata) dan Kucing Merah (Ctopuma badia). Adapun kebutuhan terhadap mangsa bervariasi, dapat berupa mangsa arboreal (seperti monyet, musang, burung, bajing, tupai) atau mamalia terestrial seperti rusa, kancil, landak atau jenis lainnya yang terdapat di dalam lanskap kajian. Kelompok Elang dan Jenis Khas Lainnya Elang memiliki relung habitat yang beragam yakni dari mosaik hutan utuh, tepian hutan hingga habitat yang telah terganggu. Salah satu kawasan yang teridentifikasi tersebut termasuk dalam wilayah penting. Keberadaan spesies-spesies burung dari famili Accipitridae sangat dipengaruhi oleh kebutuhan terhadap mangsa yang bervariasi, yaitu berupa mangsa. Orangutan Kalimantan Selain spesies top predator, ditemukan juga spesies yang memerlukan ruang habitat yang luas untuk bertahan hidup yakni orangutan Kalimantan. Spesies ini hanya ada di Kalimantan dan sebarannya sangat terbatas. Keberadaan orangutan kalimantan adalah spesies yang diperhatikan oleh intenasional dan prioritas nasional dalam upaya konservasi sehingga survei fauna selalu terfokus untuk keberadaan spesies ini. Berdasarkan data yang dikumpulkan di lapangan, pada areal PT Sari Bumi Kusuma ditemukan adanya keberadaan orangutan berupa temuan langsung, sarang, ataupun bekas makanan. Orangutan kalimantan merupakan salah satu spesies payung yang kebutuhan habitatnya diyakini mencakup kebutuhan spesies lainnya. Sehingga sebaran NKT 1.1, NKT 1.2 dan NKT 1.3 juga dianggap sebagai NKT 2.3. Hutan Dipterocarpaceae Campuran, Perbukitan dan Habitat Bindang Secara alami, lanskap di PT SBK merupakan hutan perbukitan Dipterocarpaceae campuran dengan kekayaan jenis Dipterocarpaceae yang tinggi membentuk kanopi pohon utama dengan tinggi dapat mencapai 40 m di mana satu bentang area dapat berisi pohon- pohon besar dengan jenis yang bercampuran. Jenis endemik yang terdata dari hasil observasi adalah sebanyak 12 jenis yang sebagian besar individunya dijumpai pada hutan perbukitan non area produksi dengan tingkat keutuhan hutan yang masih baik. Jenis endemik lainnya yang menempati habitat khas adalah Bindang (Borassodendron borneense) dan Timau (Ficus albomaculata). Bindang tumbuh pada hutan perbukitan di lereng- lereng dengan populasi yang melimpah secara lokal, namun pada area bekas tebangan baru dan hutan sekunder tidak dijumpai keberadaannya, sehingga hutan perbukitan merupakan area yang krusial sebagai habitatnya. Jenis Timau dijumpai hanya satu individu saat observasi dengan habitat berupa lembah yang dekat dengan area tergenang dangkal berupa pohon rendah. Saat ini, catatan koleksi jenis ini masih tergolong jarang di Borneo. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 2.3 dengan luas HCVA sebesar 25.624,16 ha dan HCVMA 10.841,02 ha.
Proses identifikasi NKT 3 pada kajian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan analitik dan pendekatan kehati-hatian. Masing-masing dari pendekatan tersebut memerlukan data pemetaan ekosistem yang berguna sebagai tolok ukur pendekatan, yaitu kondisi iklim, sifat tanah/hidrologis dan bentuk lahan yang ada dalam sebuah unit biofisioografis atau bioekoregion. Berdasarkan hasil analisis menggunakan pendekatan tersebut, terdapat areal NKT 3 di PT SBK di mana areal tersebut masih tergolong sebagai ekosistem yang dikategorikan sebagai ekosistem terancam. Syarat utama untuk ditetapkan sebagai ekosistem terancam atau langka, jika kondisi tutupannya masih berupa hutan dengan ciri khasnya masing-masing, atau masih memiliki hutan sisa yang diduga masih mampu untuk memperbaiki kondisi dengan sendirinya. Kondisi tutupan seperti alang-alang, semak belukar atau bekas kebakaran tidak termasuk dalam kriteria penentuan ekosistem terancam. Di areal konsesi PT SBK terdapat dua kelas ekosistem yang dikategorikan sebagai ekosistem terancam, yakni Hutan Dipterocarp Campuran atau Perbukitan di atas Batuan Malihan dan Granit serta satu kelas ekosistem termasuk kategori langka dan terancam, yaitu Hutan Dipterocarp Campuran atau Perbukitan di atas Batuan Vulkanik. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 3 dengan luas HCVA sebesar 25.624,16 ha dan HCVMA 10.841,02 ha.
Atribut yang dijadikan sebagai NKT 4.1 di areal kajian didominasi oleh ekosistem sempadan sungai (tepian sungai) dan areal bukit berlereng curam dengan tutupan berhutan. Di areal kajian ditemukan setidaknya 50 aliran sungai dan sebagian besar areal konsesi PT SBK merupakan tempat bagi hulu-hulu sungai tersebut. Dari segi pemanfaatan, sebagian besar aliran sungai digunakan oleh masyarakat di sekitarnya untuk MCK. Selain itu, beberapa sungai juga dimanfaatkan untuk mencari ikan. Kondisi seluruh sempadan sungai di areal konsesi masih terbilang baik, yaitu berupa hutan sekunder dengan tingkat kerapatannya rendah sampai dengan tinggi. Areal PT SBK terletak di kawasan hulu yang merupakan lokasi penting untuk siklus hidrologi. Kawasan hulu yang memiliki tipe topografi yang berbukit dan merupakan lokasi dari hulu-hulu anak sungai yang mengalir ke sungai utama mejadi kawasan yang penting utuk menjaga kualitas air. Kawasan hulu juga berkaitan erat dengan keberadaan daerah tangkapan air yang berfungsi untuk menjaga kelangsungan dan keseimbangan volume air tanah (ground water). Faktor lain yang mempengaruhi fungsi daerah tangkapan air adalah kondisi tutupan lahan. Seluruh komplek perbukitan di areal PT SBK dan lanskap sekitarnya memiliki tutupan hutan dengan kerapatan rendah hingga berkerapatan tinggi (hutan primer). Bukit-bukit tersebut berfungsi sebagai daerah resapan air sekaligus menjadi daerah tangkapan air yang penting sebagai hulu dari beberapa alur-alur air yang mengalir ke sungai di bawahnya. Kelestarian bukit harus dijaga agar ancaman kerusakan dapat dicegah dan diminimalisir. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 4.1 dengan luas HCVA sebesar 25.624,16 ha dan HCVMA 10.841,02 ha.
Tingkat bahaya erosi sangat dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, dan kondisi tutupan lahan. Areal kajian memiliki 3 asosiasi jenis tanah yakni Dystropepts, Tropapquepts, dan Tropudults. Adapun parameter iklim, rata-rata curah hujan per bulannya rata-rata 244,66 mm/bln dan rata-rata hari hujan 9,60 hari. Berdasarkan kemiringan lerengnya, dibagi menjadi lima kelas yakni 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan >40%. Paramter-parameter tersebut digunakan dalam memperkirakan tingkat bahaya erosi (TBE). Perhitungan dugaan erosi aktual di wilayah kajian dapat di kelompokkan menjadi lima kelas TBE yakni Sangat Ringan (SR), Ringan (R), Sedang (S), Berat (B) dan Sangat Berat. Kondisi areal yang curam sampai dengan sangat curam mempunyai peran sebagai daerah-daerah yang berfungsi sebagai tangkapan air yang penting untuk pengisian air bumi (aquifer) yang keluar sebagai sumber/mata air, tetapi di sisi lain juga berpotensi longsor, erosi dan menyebabkan sedimentasi di badan-badan air apabila tutupan lahannya hilang atau tidak dikelola dengan baik. Areal kajian mempunyai kondisi topografi yang bervariasi yakni datar sampai dengan sangat curam. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 4.2 dengan luas HCVA sebesar 6.836,72 ha dan HCVMA 10.841,02 ha.
Temuan NKT 4.3 Berdasarkan informasi di lapangan, bahwa di wilayah kajian tidak pernah mengalami kebakaran besar. Namun, kebakaran-kebakaran kecil kerap terjadi yang disebabkan oleh pembukaan lahan untuk berladang. Berdasarkan hasil groundcheck dan analisis tutupan lahan, maka di wilayah kajian terdapat daerah atau atribut ekosistem yang berfungsi optimal sebagai sekat alami. Sekat alami yang dimaksud adalah sungai besar yang memiliki lebar >30 m. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SBK mengandung NKT 4.3 dengan luas HCVA sebesar 2.125,64 ha.
NKT 5 bisa diidentifikasi pada tingkat lanskap yang luas dan tingkat ekosistem atau komponen ekosistem. Terdapat dua persyaratan agar suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai NKT 5 untuk pemenuhan kebutuhan dasar keluarga masyarakat lokal, yaitu kawasan hutan atau ekosistem alam lain memberikan sumber daya penting bagi masyarakat lokal yang tidak dapat tergantikan dan sumber daya dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara yang berkelanjutan atau mereka secara aktif berusaha melindungi sumberdaya tersebut dengan tidak mengancam NKT lainnya. Berdasarkan hasil kajian di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam memenuhi kebutuhan dasar pangan di dalam areal izin PT SBK terdapat areal NKT 5 untuk pemenuhan kebutuhan protein (ikan) dan juga sebagai sumber air bersih, yaitu sungai. Sungai- sungai yang masuk ke dalam kategori NKT 5 berjumlah 33 sungai. Sehingga, luas total NKT 5 sebesar 4.375,05 ha (HCVA) dan 4.148,46 ha (HCVMA).
RINGKASAN RENCANA PENGELOLAAN NILAI KONSERVASI TINGGI/HCVF PBPH PT. SARI BUMI KUSUMA Latar Belakang Pengelolaan hutan secara lestari (PHL) atau sustainable forest management (SFM) merupakan tanggung jawab setiap unit usaha pengelolaan hutan (UPH). Salah satu bentuk perwujudan PHL ialah dilakukannya kegiatan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT). Kegiatan Penilaian NKT dapat dilakukan melalui dua tahap, yaitu: (1) mengidentifikasi areal-areal di dalam atau di dekat suatu Unit Pengelola (UP) yang mengandung nilai-nilai sosial-budaya dan/atau ekologi yang sangat penting, serta (2) menjalankan suatu sistem pengelolaan dan pemantauan untuk menjamin pemeliharaan dan/atau peningkatan nilai-nilai tersebut. Prinsip dasar dari konsep NKT ialah pada wilayah yang memiliki atribut nilai konservasi tinggi tidak selalu kegiatan pembangunan menjadi terlarang. Pembangunan dapat dilaksanakan dengan cara menjamin pemeliharaan dan/atau peningkatan NKT tersebut. Konsep NKT mensyaratkan agar pembangunan tetap dapat dilaksanakan dengan cara menjamin pemeliharaan dan/atau peningkatan NKT tersebut, yang bisa membantu masyarakat mencapai keseimbangan rasional antara kepentingan konservasi dengan pembangunan ekonomi jangka panjang. Upaya pengelolaan dan pemantauan pada areal-areal terindikasi NKT diharapkan dapat tertulis dan sanggup dilaksanakan sesuai dengan kapasitas dari UP. Rencana pengelolaan NKT di areal PT SBK diharapkan dapat mempertahankan atau meningkatkan NKT di dalam kawasan tersebut. Selain itu, dilakukan pengambilan keputusan dalam mengelola areal NKT tersebut, termasuk di dalamnya penilaian dampak internal dan eksternal, identifikasi langkah-langkah yang harus diambil untuk mengurangi dampak, dan meningkatkan pemahaman terkait status dan kecenderungan kondisi NKT dibandingkan dengan informasi dasar yang tersedia. Rencana ini secara khusus mencakup tindakan-tindakan spesifik yang dapat dilakukan untuk menjamin pemeliharaan, pemantauan dan/atau peningkatan sifat-sifat konservasi yang diterapkan dengan prinsip kehati-hatian (precautionary approach). Proses keseluruhan mulai identifikasi NKT yang merupakan tahap awal penentuan dan dilanjutkan dengan pengelolaan dan pemantauan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tahapan pengelolaan kawasan yang bernilai konservasi tinggi secara menyeluruh di dalam sutau konsesi pengusahaan hutan.
Tujuan Dokumen rencana pengelolaan NKT bertujuan untuk memberikan panduan agar memudahkan bagi pengelola PT SBK untuk melakukan kegiatan pengelolaan di lapangan terhadap areal-areal teridentifikasi memiliki nilai-nilai konservasi tinggi. Rencana Pengelolaan NKT di areal PBPH PT. Sari Bumi Kusuma sebagai berikut : NKT 1.1. Kawasan yang Mempunyai atau Memberikan Fungsi Pendukung Kenaekaragaman Hayati Bagi Kawasan Lindung dan/atau Konservasi
NKT 1.2. Spesies Hampir Punah
NKT 1.3. Kawasan yang merupakan Habitat Bagi Populasi Spesies yang Terancam, Penyebaran Terbatas atau Dilindungi yang Mampu Bertahan Hidup
NKT 1.4. Kawasan yang merupakan Habitat Bagi Spesies atau Sekumpulan Spesies yang Digunakan Secara Temporer
NKT 2.1. Kawasan Bentang Alam yang Penting Bagi Dinamika Ekologi Secara Alami
NKT 2.2. Kawasan Alam yang Berisi Dua atau Lebih Ekosistem dengan Garis Batas yang Tidak Terputus (Berkesinambungan)
NKT 2.3. Kawasan yang Mengandung Populasi dari Perwakilan Spesies Alami yang Mampu Bertahan Hidup
NKT 3. Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau Terancam Punah
NKT 4.1. Kawasan atau Ekosistem Penting Sebagai Penyedia Air dan Pengendalian Banjir Bagi Masyarakat Hilir
NKT 4.2. Kawasan yang Penting Bagi Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
NKT 4.3. Kawasan yang Berfungsi Sebagai Sekat Alam untuk Mencegah Meluasnya Kebakaran Hutan atau Lahan
NKT 5. Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Dasar Masyarakat Lokal
NKT 6. Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Dasar Masyarakat Lokal
|